iklanjualbeli.info Penanganan perkara narkotika kembali menjadi perhatian publik setelah Pengadilan Negeri Selayar menjatuhkan vonis pidana penjara 4 tahun kepada seorang terdakwa kasus perantara jual beli sabu bernama Al Fath Muh. Raihan bin Bony Lime. Putusan tersebut memunculkan diskusi hukum karena dianggap menyimpang dari ketentuan pidana minimum khusus dalam Undang-Undang Narkotika.
Meski terbukti berperan sebagai perantara jual beli narkotika, majelis hakim mempertimbangkan berbagai fakta persidangan untuk memberikan hukuman yang lebih ringan dari batas minimum khusus yang biasanya diterapkan pada pelaku jaringan peredaran narkoba.
Kronologi Kasus: Dari Informasi Intelijen hingga Penangkapan di Area Pelelangan Ikan
Kasus ini bermula dari informasi yang diterima Kepolisian Resor Kepulauan Selayar mengenai dugaan transaksi narkotika di kawasan Tempat Pelelangan Ikan Bonehalang. Terdakwa disebut sudah menjadi target operasi polisi karena keterlibatannya dalam aktivitas peredaran narkoba di wilayah pesisir.
Saat penangkapan, petugas mendapati terdakwa sedang menunggu seseorang yang akan mengambil paket narkotika. Proses pengamanan dilakukan tanpa perlawanan, dan polisi segera melakukan pemeriksaan lanjutan untuk menelusuri rantai peredaran.
Dalam proses penyidikan terungkap bahwa terdakwa berhubungan dengan dua orang lainnya, yakni Ansar dan Daus, yang diduga merupakan pemasok sabu. Terdakwa berperan menghubungkan pembeli dengan Daus dan sebagai imbalannya, ia mendapat jatah mengonsumsi sabu bersama pemasok.
Dakwaan Jaksa dan Pasal yang Dikenakan pada Terdakwa
Jaksa mendakwa terdakwa dengan Pasal 114 ayat (1) juncto Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Ketentuan pasal ini biasanya diperuntukkan bagi pihak yang menjadi penghubung dalam transaksi narkotika dan memiliki unsur pemufakatan jahat.
Pasal tersebut dikenal memiliki pidana minimum khusus, yaitu paling singkat 5 tahun penjara. Namun, dalam putusan ini, hakim menjatuhkan pidana di bawah batas minimum, yaitu 4 tahun penjara. Selain itu, terdakwa juga dijatuhi denda sebesar Rp1 miliar, dengan ketentuan kurungan 6 bulan apabila tidak sanggup membayar.
Putusan inilah yang kemudian menimbulkan sorotan, karena majelis hakim mengambil langkah berbeda dari kebiasaan penerapan pasal serupa.
Pertimbangan Hakim: Terdakwa Juga Pengguna dengan Barang Bukti Kecil
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyampaikan bahwa terdakwa memang berperan menjadi perantara dengan tujuan memperoleh sabu untuk dipakai sendiri. Tes urine terdakwa positif mengandung metamfetamina dan di kamar kosnya ditemukan barang bukti sabu dalam jumlah sangat kecil.
Majelis mengaitkan hal itu dengan surat edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2010, yang memberikan pedoman bahwa pecandu dengan barang bukti kecil dapat diprioritaskan untuk rehabilitasi atau hukuman yang lebih ringan.
Fakta persidangan juga menunjukkan bahwa sabu dengan berat netto 0,18 gram yang ditemukan di rumah saksi lain bukan milik terdakwa. Hal ini melemahkan peran terdakwa sebagai pihak yang mengendalikan peredaran narkoba dalam skala besar.
Analisis Hukum: Perdebatan antara Keadilan Substantif dan Legal-Formal
Kasus ini memunculkan dilema hukum yang sering terjadi dalam perkara narkotika:
| Aspek | Perspektif Formal | Perspektif Substantif |
|---|---|---|
| Penerapan Pasal 114 | Minimum 5 tahun wajib diterapkan | Hakim dapat mempertimbangkan kondisi terdakwa sebagai pengguna |
| Tujuan Pemidanaan | Efek jera bagi jaringan peredaran narkotika | Mencegah kriminalisasi berlebihan terhadap pengguna |
| Kategorisasi Peran | Perantara = bagian jaringan | Perantara demi konsumsi = bagian dari ketergantungan |
Hakim tampaknya ingin menekankan bahwa terdakwa bukan pengedar profesional, melainkan korban ketergantungan narkoba yang dimanfaatkan oleh pengedar kelas atas.
Namun, langkah ini juga membuka risiko interpretasi yang berbeda di pengadilan lain, sehingga publik berharap ada konsistensi dan acuan jelas dalam perkara serupa.
Apa Implikasi Putusan Ini ke Depan?
Putusan PN Selayar dapat menjadi rujukan penting dalam menghadapi kasus perantara narkotika yang ternyata juga merupakan pengguna aktif. Pengadilan dalam beberapa tahun terakhir memang mulai lebih progresif dalam menilai bahwa tidak semua yang terjerat pasal peredaran layak dipidana berat.
Di sisi lain, upaya pemberantasan narkoba harus tetap tegas agar tidak memberi ruang bagi pelaku untuk bersembunyi di balik status sebagai pemakai.
Keseimbangan antara perlindungan kemanusiaan dan pemberantasan jaringan masih menjadi tantangan besar dalam praktik peradilan pidana narkotika di Indonesia.
Kesimpulan
Vonis 4 tahun penjara terhadap Al Fath Muh. Raihan mencerminkan pendekatan peradilan yang tidak hanya fokus pada teks undang-undang, tetapi juga pada konteks sosial terdakwa. Putusan ini menandai pentingnya membedakan pengguna yang terjebak dalam ketergantungan dari pelaku yang menguasai bisnis peredaran.
Namun diskursus publik tetap diperlukan, agar penerapan hukum tidak menunjukkan kesan pilih kasih dan tetap berada dalam koridor keadilan yang objektif.

Cek Juga Artikel Dari Platform faktagosip.web.id
