iklanjualbeli.info Fenomena “Jumat Keramat” sudah lama melekat pada penanganan kasus-kasus besar di Indonesia. Hari itu identik dengan momen kejutan dari aparat penegak hukum, terutama ketika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) rutin mengumumkan status tersangka baru setiap menjelang akhir pekan. Namun, pada penanganan dugaan praktik jual beli jabatan di Pemerintah Kota Bandung, ritme tersebut tampaknya tidak berlaku. Publik yang menunggu perkembangan kasus ini dibuat bertanya-tanya: apa yang sebenarnya sedang terjadi di Kejaksaan Negeri Bandung?
Kasus yang Menggemparkan Kota Bandung
Dugaan praktik jual beli jabatan di lingkungan Pemkot Bandung menjadi isu yang menyita perhatian publik. Kasus ini bukan sekadar soal pelanggaran etik pemerintahan, tetapi juga menyangkut integritas pejabat publik yang seharusnya menjunjung asas meritokrasi dalam birokrasi.
Sejumlah pihak internal Pemkot Bandung telah diperiksa, termasuk pejabat yang memiliki kewenangan dalam rotasi jabatan. Bahkan, nama Wakil Wali Kota Bandung ikut disebut-sebut dalam rentetan pemeriksaan yang sudah berlangsung berbulan-bulan.
Masyarakat berharap kasus ini tidak hanya menjadi isu musiman yang menguap seiring berjalannya waktu. Apalagi praktik “jual beli jabatan” ibarat penyakit akut yang bisa merusak pelayanan publik dari akar hingga ke pucuk pemerintahan.
Ekspektasi Publik Terhadap Langkah Kejaksaan
Hingga kini Kejari Bandung masih berada pada fase pendalaman perkara. Keterangan saksi telah dihimpun, sejumlah dokumen juga dikumpulkan. Namun keputusan tentang siapa yang menjadi tersangka belum kunjung diumumkan.
Publik mempertanyakan transparansi proses penegakan hukum. Apalagi pemberitaan dan isu seputar kasus ini terlanjur meluas serta menyeret nama-nama besar.
Kejaksaan tentu wajib menjaga akurasi dan kehati-hatian. Tetapi di sisi lain, lamanya penetapan tersangka memunculkan asumsi liar. Tak sedikit yang menganggap proses tersebut sengaja diperlambat karena menyentuh figur politik yang masih aktif di pemerintahan.
“Jumat Keramat” yang Tertunda?
Banyak warga Bandung menantikan kejutan yang biasanya terjadi setiap akhir pekan dalam kasus korupsi berskala besar. Sayangnya, Jumat yang dinantikan justru lewat begitu saja.
Fenomena ini menimbulkan spekulasi:
- Apakah penyidik kesulitan menemukan bukti kuat?
- Adakah tekanan politik yang membuat penetapan tersangka terhambat?
- Atau Kejari Bandung hanya perlu waktu lebih panjang demi menutup celah hukum?
Jawaban atas tiga pertanyaan itu belum bisa dipastikan. Namun, publik berhak mendapatkan kepastian bahwa kasus ini tetap berjalan.
Bahaya Sistem Jual Beli Jabatan Dalam Pemerintahan
Kasus ini bukan perkara kecil. Jual beli jabatan adalah salah satu bentuk korupsi yang dampaknya sangat panjang. Ketika jabatan didapat bukan karena kualitas, melainkan uang atau kedekatan, maka kerugian akhirnya dirasakan masyarakat.
Dampak nyata dari praktik tersebut:
- Pelayanan publik menjadi buruk karena posisi diisi orang yang tidak kompeten.
- Integritas pegawai daerah tercederai oleh budaya transaksional.
- Birokrasi semakin tertutup oleh kelompok kepentingan tertentu.
Masalah ini ibarat mata rantai yang terus berulang jika tidak diputus melalui penegakan hukum yang tegas.
Pemeriksaan Sudah Panjang, Hasil Diharapkan Segera
Sumber internal Kejaksaan pernah menyampaikan bahwa penyidik telah memiliki bukti awal yang cukup untuk melanjutkan penyidikan. Artinya, kasus ini tidak akan berhenti di meja pemeriksaan saksi.
Proses penyelidikan pun telah berubah menjadi penyidikan, menandakan bahwa dugaan tindak pidana sudah ditemukan. Tinggal satu langkah lagi menuju penetapan tersangka.
Sayangnya, status tersebut masih belum diumumkan.
Masyarakat mulai membandingkan penanganan kasus ini dengan kejadian di lembaga lain yang lebih sigap menetapkan status hukum seseorang. Hal itu menambah tekanan psikologis bagi Kejari Bandung untuk segera memberi kepastian.
Jangan Biarkan Kepercayaan Publik Menurun
Kepercayaan masyarakat terhadap lembaga penegak hukum adalah salah satu aset terpenting dalam demokrasi. Saat publik merasa proses hukum lambat atau tidak jelas arah penyelesaiannya, maka muncul rasa apatis.
Kejaksaan Negeri Bandung harus menyadari bahwa mereka berada di bawah sorotan. Setiap langkah akan dinilai, setiap penundaan bisa diartikan sebagai ketidakseriusan.
Mengumumkan tersangka bukan hanya urusan prosedural, tetapi juga bentuk komitmen menjaga keadilan dan integritas pemerintahan.
Kesimpulan: Publik Masih Menunggu, Hukum Harus Menjawab
Walau istilah “Jumat Keramat” tidak tampak di Kota Bandung, publik tetap berharap bahwa Kejari Bandung bekerja dengan profesional, teliti, dan bebas dari intervensi.
Kasus ini menyangkut kehormatan birokrasi di Kota Kembang. Dugaan jual beli jabatan tidak boleh dibiarkan menguap begitu saja. Bahkan jika melibatkan pejabat tinggi, hukum wajib ditegakkan tanpa pandang bulu.
Kini mata publik masih menatap Kejaksaan Negeri Bandung. Harapannya tetap sama:
Segera ada kepastian hukum. Segera umumkan tersangka. Jangan biarkan keadilan tertunda.

Cek Juga Artikel Dari Platform beritabumi.web.id
