AS Umumkan Paket Penjualan Senjata Bernilai Fantastis
Amerika Serikat kembali mengambil langkah strategis di kawasan Asia Timur dengan menyetujui potensi penjualan senjata dan peralatan militer terkait senilai lebih dari 11 miliar dolar AS atau sekitar Rp183,9 triliun kepada Taiwan. Pengumuman ini disampaikan pada Rabu, 17 Desember 2025, di tengah meningkatnya ketegangan militer antara Taiwan dan China.
Keputusan tersebut disampaikan melalui Defense Security Cooperation Agency (DSCA), badan di bawah Departemen Pertahanan AS yang menangani kerja sama keamanan internasional. DSCA menyebut bahwa paket penjualan ini mencakup delapan sistem persenjataan utama yang dirancang untuk memperkuat kemampuan pertahanan Taiwan.
Langkah Washington ini hampir dipastikan akan memicu reaksi keras dari Beijing, yang secara konsisten menentang segala bentuk kerja sama militer antara AS dan Taiwan.
Rincian Sistem Persenjataan yang Ditawarkan
Menurut DSCA, paket penjualan senjata tersebut mencakup sejumlah sistem persenjataan canggih, di antaranya Sistem Roket Artileri Mobilitas Tinggi atau High Mobility Artillery Rocket Systems (HIMARS), serta rudal antitank Javelin yang dikenal memiliki tingkat akurasi tinggi dan efektif dalam pertempuran darat.
Selain itu, paket tersebut juga meliputi 60 unit howitzer swagerak beserta peralatan pendukungnya, dengan nilai lebih dari 4 miliar dolar AS atau sekitar Rp66,9 triliun. Secara keseluruhan, sistem yang ditawarkan dirancang untuk meningkatkan mobilitas, daya tembak, dan ketahanan pertahanan Taiwan.
DSCA telah secara resmi memberi tahu Kongres AS mengenai rencana penjualan tersebut, sesuai dengan prosedur yang diatur dalam hukum Amerika Serikat terkait ekspor persenjataan.
Tujuan AS: Perkuat Pertahanan Diri Taiwan
Dalam pernyataannya, DSCA menegaskan bahwa penjualan senjata ini bertujuan untuk membantu Taiwan menghadapi berbagai ancaman keamanan, baik yang bersifat langsung maupun jangka panjang.
“Penjualan yang diusulkan ini akan meningkatkan kemampuan penerima untuk menghadapi ancaman saat ini dan di masa depan dengan memperkuat pertahanan diri pasukannya,” demikian pernyataan resmi DSCA.
Meski demikian, badan tersebut juga menekankan bahwa langkah ini tidak dimaksudkan untuk mengubah keseimbangan militer dasar di kawasan Asia Timur. Pernyataan ini tampaknya ditujukan untuk meredam kekhawatiran negara-negara lain, sekaligus menjadi pesan diplomatik kepada China.
Respons Taiwan: Apresiasi dan Terima Kasih
Pemerintah Taiwan menyambut baik keputusan Amerika Serikat tersebut. Kementerian Pertahanan Taiwan menyebut total nilai penjualan senjata yang diusulkan mencapai sekitar 11,1 miliar dolar AS atau setara Rp185,5 triliun.
Dalam pernyataan resminya, kementerian itu menyampaikan “rasa terima kasih yang tulus” kepada Washington atas dukungan yang diberikan. Taiwan menilai kerja sama pertahanan dengan AS sebagai elemen penting dalam menjaga stabilitas dan keamanan pulau tersebut.
Bagi Taipei, dukungan militer dari AS dipandang krusial di tengah meningkatnya aktivitas militer China di sekitar Selat Taiwan, termasuk latihan militer berskala besar dan patroli udara intensif.
China Dipastikan Murka
Rencana penjualan senjata ini hampir pasti akan memicu kemarahan Beijing. China memandang Taiwan sebagai bagian tak terpisahkan dari wilayahnya dan tidak menutup kemungkinan penggunaan kekuatan untuk membawa pulau itu kembali di bawah kendalinya.
Selama bertahun-tahun, pemerintah China secara konsisten mengecam penjualan senjata AS ke Taiwan sebagai bentuk campur tangan dalam urusan dalam negeri China. Beijing juga kerap menilai langkah tersebut sebagai ancaman terhadap stabilitas regional.
Meski belum ada pernyataan resmi terbaru dari pemerintah China terkait paket penjualan ini, para pengamat memperkirakan respons diplomatik keras dan kemungkinan langkah balasan, baik dalam bentuk tekanan politik maupun peningkatan aktivitas militer di kawasan.
Penjualan Terbesar Sejak Trump Kembali Menjabat
Pengumuman penjualan senjata ini merupakan yang kedua sekaligus terbesar sejak Donald Trump kembali menjabat sebagai Presiden Amerika Serikat pada Januari 2025. Langkah ini mencerminkan kesinambungan kebijakan AS dalam mendukung kemampuan pertahanan Taiwan, terlepas dari dinamika politik domestik di Washington.
Menariknya, keputusan ini muncul di saat Trump berupaya menjaga hubungan dengan Presiden China Xi Jinping, terutama dalam rangka kerja sama ekonomi. Di beberapa kesempatan, Trump diketahui menghindari pembahasan isu-isu sensitif seperti Taiwan demi menjaga stabilitas hubungan bilateral.
Namun, persetujuan penjualan senjata ini menunjukkan bahwa isu keamanan kawasan tetap menjadi prioritas strategis AS, meskipun di tengah upaya diplomasi ekonomi dengan Beijing.
Dampak Regional dan Sikap Jepang
Pengumuman AS ini juga muncul di tengah meningkatnya ketegangan China dengan Jepang. Pada November lalu, Perdana Menteri Jepang Sanae Takaichi menyatakan bahwa serangan terhadap Taiwan dapat menjadi ancaman eksistensial bagi Jepang.
Pernyataan tersebut menimbulkan reaksi keras dari Beijing, namun sekaligus menegaskan kekhawatiran negara-negara di kawasan terkait potensi konflik di Selat Taiwan. Takaichi bahkan menyebut bahwa situasi tersebut dapat membenarkan respons pasukan Jepang untuk menjalankan hak pertahanan diri kolektif bersama Amerika Serikat.
Konteks ini menunjukkan bahwa isu Taiwan bukan lagi persoalan bilateral, melainkan memiliki implikasi luas bagi keamanan regional Asia Pasifik.
Landasan Hukum Hubungan AS–Taiwan
Secara diplomatik, Amerika Serikat memang telah mengalihkan pengakuan resminya dari Taiwan ke Beijing sejak 1979. Namun, melalui Undang-Undang Hubungan Taiwan (Taiwan Relations Act), Washington tetap berkomitmen menjaga hubungan tidak resmi dengan Taipei.
Undang-undang tersebut juga memungkinkan AS membantu Taiwan mempertahankan kemampuan pertahanan diri yang memadai. Landasan hukum inilah yang selama puluhan tahun menjadi dasar bagi penjualan senjata AS ke Taiwan, meskipun menuai kritik dari China.
Kesimpulan: Ketegangan Masih Akan Berlanjut
Persetujuan penjualan senjata senilai lebih dari Rp183,9 triliun ke Taiwan menegaskan peran Amerika Serikat sebagai aktor kunci dalam dinamika keamanan Asia Timur. Langkah ini memperkuat kemampuan pertahanan Taiwan, namun sekaligus berpotensi meningkatkan ketegangan dengan China.
Di tengah kompleksitas hubungan geopolitik, isu Taiwan tetap menjadi salah satu titik paling sensitif dalam hubungan internasional. Dengan latar belakang sejarah, kepentingan strategis, dan rivalitas kekuatan besar, perkembangan terbaru ini menunjukkan bahwa stabilitas kawasan masih akan diuji dalam waktu ke depan.
Baca Juga : Penjualan Melejit, CATL Kukuhkan Dominasi Baterai Dunia
Jangan Lewatkan Info Penting Dari : beritagram

