iklanjualbeli.info Fenomena peredaran kosmetik ilegal di Kabupaten Jember semakin mengkhawatirkan. Produk-produk yang tidak memiliki izin edar bahkan tak jarang tanpa merek kini beredar luas, baik di pasar tradisional, toko daring, maupun media sosial. Banyak di antaranya mengklaim sebagai produk pemutih instan atau perawatan wajah yang mampu memberikan hasil cepat, tetapi tanpa dasar keamanan yang jelas.
Ironisnya, para penjual tidak menutupi praktik ini. Mereka berpromosi secara terbuka melalui platform seperti Instagram, TikTok, dan Facebook dengan potongan harga menarik. Target utamanya adalah kalangan muda, terutama perempuan, yang tertarik dengan hasil instan tanpa mempertimbangkan risiko jangka panjang terhadap kesehatan kulit.
Di sisi lain, produk kosmetik lokal yang telah memiliki izin edar dan mengikuti prosedur BPOM justru semakin terdesak. Para pelaku usaha resmi merasa dirugikan karena kalah bersaing dengan barang ilegal yang dijual dengan harga jauh lebih murah.
Dampak Terhadap Kesehatan dan Ekonomi
Penggunaan kosmetik ilegal tidak hanya berisiko menyebabkan iritasi kulit, alergi, hingga kerusakan permanen, tetapi juga berpotensi menimbulkan masalah kesehatan jangka panjang seperti gangguan hormon atau kerusakan organ dalam. Sebab, banyak dari produk tersebut mengandung merkuri, hidrokuinon, dan bahan kimia keras lainnya yang seharusnya dilarang untuk pemakaian kosmetik.
Selain aspek kesehatan, dampak ekonominya juga terasa. Produsen dan distributor resmi mengalami penurunan penjualan, sementara kepercayaan masyarakat terhadap industri kecantikan lokal pun menurun. Situasi ini memperlihatkan lemahnya pengawasan dan penegakan hukum terhadap produk tanpa izin edar yang terus bermunculan.
Minimnya Penindakan dari Aparat
Meskipun praktik jual beli kosmetik ilegal semakin marak, masyarakat menilai belum ada tindakan nyata dari kepolisian maupun BBPOM di wilayah Jember. Sejumlah laporan dari warga dan organisasi konsumen telah disampaikan, namun hingga kini tidak terlihat operasi besar atau penertiban yang dilakukan secara terbuka.
Kondisi tersebut membuat banyak pihak menilai bahwa peredaran produk ilegal seolah dibiarkan. “Kalau hanya menunggu korban baru bertindak, itu sudah terlambat. Kami butuh langkah nyata dari aparat,” ujar salah satu warga Jember yang enggan disebutkan namanya.
Padahal, praktik seperti ini jelas melanggar hukum karena menjual barang tanpa izin edar resmi dan berpotensi membahayakan keselamatan publik. Ketiadaan tindakan tegas menimbulkan pertanyaan besar mengenai efektivitas pengawasan terhadap produk berisiko tinggi seperti kosmetik.
Data BBPOM: Kosmetik Ilegal Mendominasi
Dari laporan terbaru Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Surabaya, ditemukan bahwa kosmetik ilegal mendominasi produk hasil penindakan. Dalam periode pengawasan terakhir, lembaga ini memusnahkan lebih dari 888 ribu produk ilegal senilai Rp10,3 miliar. Sebanyak 80 persen di antaranya merupakan kosmetik tanpa izin edar.
Kepala BBPOM Surabaya, Yudi Noviandi, menyampaikan bahwa pemusnahan tersebut merupakan hasil dari 13 perkara yang telah memiliki kekuatan hukum tetap. Barang-barang yang disita terdiri dari 1.748 item produk yang mencakup obat, makanan, dan kosmetik berbahaya.
Secara rinci, kosmetik ilegal mencapai 631.968 pcs dengan nilai sekitar Rp8,42 miliar. Disusul obat bahan alam ilegal sebanyak 251.068 pcs senilai Rp1,84 miliar, serta produk pangan tanpa izin edar dengan nilai Rp108 juta. Dari data tersebut, wilayah Surabaya menjadi pusat terbesar peredaran kosmetik ilegal dengan nilai keekonomian mencapai Rp6,7 miliar.
Yudi menegaskan bahwa pihaknya akan terus meningkatkan pengawasan. “Kami akan tetap konsisten melakukan pembinaan dan pengawasan. Jika ditemukan dua alat bukti kuat, kasus akan langsung diproses hukum,” ujarnya.
Kurangnya Koordinasi Pengawasan di Daerah
Meski langkah BBPOM Surabaya cukup tegas, kondisi di tingkat daerah seperti Jember tampak berbeda. Masyarakat menilai lemahnya koordinasi antara pemerintah daerah, kepolisian, dan BPOM menjadi penyebab utama lambannya penindakan.
Sebagian pengamat menilai bahwa keterbatasan sumber daya pengawas di daerah juga menjadi kendala. Di Jember, jumlah petugas lapangan untuk memantau peredaran produk kosmetik tidak sebanding dengan luas wilayah dan banyaknya penjual daring yang beroperasi lintas kabupaten.
Tanpa sinergi antarinstansi, upaya memberantas kosmetik ilegal hanya akan bersifat sementara. Operasi sesekali tidak cukup untuk menekan peredaran barang berbahaya jika tidak dibarengi penindakan hukum yang nyata dan berkelanjutan.
Seruan Masyarakat dan Pelaku Usaha
Pelaku usaha kosmetik resmi di Jember berharap adanya penegakan hukum yang lebih tegas. Mereka menilai pemerintah harus melindungi produsen legal yang telah memenuhi standar keamanan dan membayar pajak. “Kami sudah mengikuti prosedur BPOM, membayar izin, tapi justru kalah saing dengan produk palsu yang bebas dijual online,” keluh salah satu pengusaha lokal.
Sementara itu, masyarakat juga diminta untuk lebih bijak dalam memilih produk kecantikan. Membeli barang yang tidak terdaftar di BPOM sama saja mempertaruhkan kesehatan. Edukasi publik harus diperkuat, terutama di kalangan remaja dan pengguna media sosial yang menjadi target utama penjual produk ilegal.
Penutup
Kasus kosmetik ilegal di Jember menggambarkan lemahnya pengawasan dan kesadaran hukum di lapangan. Meskipun BBPOM pusat telah menunjukkan kinerja melalui pemusnahan produk bernilai miliaran rupiah, dampaknya belum dirasakan secara langsung oleh masyarakat daerah.
Pemerintah daerah bersama aparat penegak hukum perlu segera mengambil langkah konkret. Tanpa penindakan tegas, praktik jual beli kosmetik ilegal akan terus menjamur, mengancam kesehatan masyarakat dan merusak ekosistem bisnis yang sehat.

Cek Juga Artikel Dari Platform jelajahhijau.com
